Aku sedang menatah cinta didalam kata. Kutahtakan pula harapanku ketika nama-nama kalian kusebut. Kawan, izinkan aku meyebut nama-nama kalian disini, agar hati kalian sendiri yang menjadi saksi, agar mata kalian sendiri yang menyaksikan asa itu. Boleh aku panggil nama-nama kalian sekarang? Dear Irfan, Irzan, Latifa, Zizah, Hetta, Yumna dan Lia. Aku buat catatan ini special untuk kalian, maka ejalah dengan makna.
Ingatkah kalian ketika kita tertawa bersama disana, di salah satu persinggahan rumah Tuhan itu? Ketika jalanan Karangwuni yang dimiliki kota Yogya mengantarkan kita pada masjid kecil itu. Ya, kalian benar ini terjadi di saat-saat kita mengajar TPA bersama. Kalian ingat Dimana letak kelucuannya hingga kita bisa tertawa bersama kala itu? Lucu itu terjadi ketika Hetta berkata, “Si Rifki dan Ipah dari tadi tidak bisa konsentrasi Mbak. Mereka tidak bisa menangkap materi. Mereka juga tidak mau ngaji. Sedari tadi mereka bertengkar, tahu kenapa mbak? Karena tadi si Ipah kecium si Rifki secara tidak sengaja..” wakakakkakaka….. Mendengar itu, serta merta kita semua bergelak dalam tawa. Bahkan sesampai dirumahpun aku masih ngikik dan senyum-senyum sendiri. Walah, ini cerita anak kelas satu kok yo mirip cerita script di teenlit, begitulah aku membatin.
Saat mengingat itu, aku ingin mengajak kalian memasuki gelak lebih dalam lagi. Aku ingin tertawa bersama seperti waktu itu. Maka simaklah kisahku tentang ustadzah koplak. Kalian bisa menebak, ini mengisahkan tentang siapa? Baiklah, akan segera kuceritakan ini untuk kalian. Simaklah baik-baik! Kisah ini dimulai di hari pertama ustadzah koplak mengajar TPA di masjid tempat kita mengajar. Tiba-tiba seorang anak menodong, bak preman. Katanya, “Ush, pinjem HP!!!”. Nah, sekarang kalian tahu bukan, tidak hanya kalian saja yang mengalami, kalau ada santri yang berani meminjam HP dengan menodong layaknya preman. Hal-hal seperti tu sudah terjadi sejak zaman dahulu kala. HMMM melantur kemana ceritaku tadi ya. Baiklah mari kita segera kembali padam pusara cerita, tentang ustadzah koplak tadi.
Kala itu si Ustadzah koplak dengan begonya menjawab singkat. “Gak boleh!!!” Dan dari situlah kegemparan dimulai. Murid itu berani berseru dengan keras, “Ustadzah pelit.., Ustadzah pelit…,Ustadzah pelit..!!!” Tidak disangka, dua-tiga-empat anak yang ada disitu merembet ikut-ikutan berseru, “Ustadzah pelit,..! Ustadzah pelit…! ustadzah pelit…!” mereka berseru sambil bertepuk-tepuk tangan. Dan beberapa detik kemudian, hampir seluruh anak didalam masjid itu berseru sambil bertepuk-tepuk tangan, “Ustadzah pelit…,! Ustadzah pelit..!! Ustdzah pelit…!!” kalian bisa membayangkan bagaimana hari pertama mengajar TPA ustadzah koplak yang hancur mumur? aku yakin kalian pasti membatin sama denganku, Oalah koplak benar daaahh….
Tidak berhenti sampai di hari situ saja kekoplakan ustadzah koplak. Seperti di senja kala itu. Tidak ada angin, tidak ada hujan, tanpa adanya sebab yang jelas , tiba-tiba ada salah satu santri dengan songongnya berani nyeletuk, “Ustadzah bajunya kok sama dengan ustadz ‘X’ janjian ya Ush? Eh Ustadzah dan Ustadz X juga sama-sama pakek kacamata. Serasi nih Ush, jodoh kali..,” Ustadzah koplak pasrah mendengar celetukan itu. ia pura-pura tidak mendengar. Tetapi menjelang pulang anak itu cerdas sekali melanjutkan misinya untuk membuat ustadzah koplak merasa lebih malu lagi. Ketika berpamitan pulang, ia menangkupkan tangannya, persis seperti ketika kita menyalami pengantin di gedung resepsi. Kemudian anak itu berkata: “Semoga menjadi keluarga yang sakinah, mawadah, warahmah bersama ustadz X, ya Ush!” tak lama kemudian ia juga beralih ke ustadz X dan berkata, “Semoga menjadi keluarga yang sakinah, mawadah, warahmah bersama Ustadzah, ya Ush” Mungkin keadaannya tidak akan separah itu jika yang ‘menggitukan’ ustadzah koplak cuma satu anak, tapi masalahnya hampir semua anak menirukan hal itu. Menyalami ustadzah koplak, lalu berganti menyalami ustadz X dan berkata, “Semoga menjadi keluarga yang sakinah, mawadah, warahmah bersama Ustadzah, ya Us!” Sedangkan ustadz dan ustadzah yang lain mengulum bibir untuk menahan tawa. Seandainya aku bisa melihat sendiri wajah malu ustadzah koplak, akan aku narasikan ekspresi wajahnya pada kalian. Sayang, waktu itu aku tidak bisa melihatnya.
Wahai kalian, mari kita simak lagi kekoplakan ustadzah koplak di bulan Ramadhan. Hari itu memasuki bulan Ramadhan, artinya setiap hari diadakan TPA. Nah, setiap hari pula ustadzah koplak mengajar, berarti semakin banyak pula ustadzah koplak mengucap kata “sayang”, karena seperti itulah ia biasa memanggil murid-murid TPA-nya, menyebut mereka dengan sebutan “Sayang”. Nah, Suatu kali, Ustadzah koplak pergi ke tukang vermaks jins untuk menjahit bajunya yang bolong. Kemudian ia bertanya ongkos jahit pada abang tukang jahit. Katanya, “Berapa harganya Sayang..” Kalian tahu dimana letak kekoplakannya? Uppsss…, Ustadzah koplak kelepasan mengatakan “sayang”. Mungkin karena kebawa dengan kebiasaan sih..,
Ketika menyadari itu, seketika Usatdzah koplak diam. Dia tidak bisa berkata apa-apa lagi. Dan sialnya lagi, abangnya itu malah mesam-mesem dan tanpa berdosa balik menimpali, “Ngomong apa mbak tadi?” Ustadzah koplak tergugu gagu. Beberapa detik kemudian ia baru bisa angkat bicara. Katanya, “Gak jadi mas, Gak jadi jahit..” dia langsung pulang dengan berjalan cepat-cepat, seperti seseorang yang melihat toilet saat kebelet pipis. Beberapa orang disana melihatnya dengan melongo, kok mbak itu dengan wajah pias tiba-tiba pergi dengan setengah berlari, diapain ya sama masnya?” mungkin begitulah arti tatapan melongo itu jika dibahasakan dengan kata. Setelah itu aku tidak tahu lagi, apa yang terjadi. Yang aku tahu, semenjak itu Ustadzah koplak tidak pernah mau lagi menjahitkan baju di tempat abang itu, bahkan kalau melewati tempat abang itu, ia tidak mau menoleh sama sekali.
Wahai Kawan, boleh kusebut nama kalian lagi untuk meyakinkan bahwa catatan ini spesial aku buat memang untuk kalian. Dear Irfan, Irzan, Latifa, Zizah, Hetta, Yumna dan Lia. Jika kalian merasa sulit Ketika mengajar anak-anak kecil yang terkadang tengil, yang suka berlarian didalam masjid, yang tidak mau disuruh ini dan itu, yang tiba-tiba buyar mengaji karena mengejar layang-layang putus atau pergi begitu saja karena tiba-tiba pingin main bola, mungkin kalian bisa belajar dari Ustadzah koplak. Dahulu dia sama sekali tidak bisa mengajar, tidak hanya ditolak mengaji, tidak hanya santrinya kabur, Tidak hanya dimintai uang, bahkan dia mengalami serentetan peristiwa yang memalukan. Tetapi ketika dia memutuskan untuk bertahan dan belajar, dia jadi ter-upgrade dengan sendirinya. Dia juga tidak mengira jika dahulu dia dipermalukan oleh anak-anak, tapi sekarang suaranya bisa keras sekali, bahkan untuk mendiamkan anak-anak dilapangan sekalipun.
Mari Kawan, sekarang saatnya kita ejakan si bijak dari kisah ustadzah koplak tadi. Bahwasannya, kemampuan mengajar, kemampuan menularkan kebaikan tidaklah turun dari langit secara begitu saja, tetapi kemampuan itu baru pantas kita miliki setelah melalui serangkaian proses kesabaran. Termasuk kesabaran bertahan. Oyah izinkan aku berbagi rahasia, yang menjadi alasan utama mengapa ustadzah koplak bisa bertahan mengajar anak-anak tengil di rumah Tuhan sampai sekarang. Kata Ustadzah koplak, yang membuat ia bertahan adalah karena ia akan menjadi the first di rumah Tuhan itu. Kalian tahu maksudny? Baiklah akan aku jelaskan tentang ini. Kawan, di dunia ini ada orang-orang yang punya cara cerdas untuk mendapatkan pahala berkali-kali lipat karena ia tidak hanya berkutat pada dirinya sendiri, Tetapi dengan mengajarkan kebaikan itu pada orang lain.
Ustadzah koplak bilang, “Coba pikirkan Dini, misalkan adik-adik bisa solat, dia bisa hapal bacaan-bacaan solat Karena kita yang mengajarkannya, maka setiap kali ia sholat, kita mendapat pahala bukan? Bahkan sampai kita matipun kita akan mendapat pahala ketika dia solat bukan? Apalagi ketika anak itu beranjak dewasa lalu mengajarkan kebaikan pada anak-anaknya kelak, maka kita akan mendapat pahala dari amalan yang dia ajarkannya bukan, siapapun orangnya itu? Bukankah itu berarti akan banyak sekali pahala yang kita dapatkan? Di TPA ini mereka masih kecil. Mana tahu anak TK tentang berzikir, berdoa dan keberadaan Allah. Kalau kita menjadi yang mengajarkan pertama kali, maka akan banyak sekali pahala yang kita dapatkan” Ustadzah koplak itu diam, tak lama kemudian ia lanjutkan kalimatnya, “Lagi pula disini aku mendapatkan kepuasaan tersendiri Dini, kepuasaan karena bisa berkontribusi. Ketika kita bisa berkontribusi maka kita akan merasa bahwa diri kita berharga. Dan rasa itu sangat baik untuk proses pengembangan diri ke fase selanjutnya.” Begitulah kata Ustadzah koplak.
Dear: Irfan, Irzan, Latifa, Zizah, Hetta, Yumna dan Lia. Aku buat catatan ini sebagai cerminan harapanku, bahwa kalianlah yang akan menjadi penyalanya. Kalian tahu maksudku? Begini Dhek, untuk menyalakan banyak lilin, kita harus punya satu, dua atau tiga lilin yang telah menyala terlebih dahulu. Lalu dengan beberapa lilin yang menyala itu, kita bisa menyalakan lebih banyak lilin lagi. Begitu juga untuk menyinari kegelapan, kita hanya membutuh beberapa sumber cahaya. Karena sumber cahaya itu akan berpendar, membaur ke seluruh ruangan, saat itulah kita dapat melihat.
Begitu juga dengan kalian, semangat kalian aku harapkan dapat menjadi sebagai penyala. Bagi harapanku, kalian adalah Sang penyala yang bisa menularkan semangat pada teman-teman kalian yang lain. Hingga teman-teman kalian yang lain juga menjadi ikut semangat. Agar rumah Tuhan tetap merdu dengan bacaan iqro yang terbata-bata. Agar rumah Tuhan yang berwibawa itu tetap berisik oleh suara teriakan, tangisan dan bocah-bocah tengil yang berlari-larian. Agar juga Rumah Tuhan itu bisa menjadi sawah tempat kita memanen pahala setiap waktu, tanpa menunggu saat musim tanam tiba. Untuk itulah aku menatahkan cinta didalam kata ini, untuk itulah aku mentatahkan asa didalam kata ini, dan untuk itu pula aku titahkan kata untuk menutup catatan ini dengan nama-nama kalian. Untuk yang menyalakan, Dear: Irfan, Irzan, Latifa, Zizah, Hetta, Yumna dan Lia tetaplah terus menyala ya Dhek…,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar